FOCUS ● UN FOCUS ● RE FOCUS

“Kita perlu tetap membuka diri untuk mampu melihat peluang lain dari apa yang kita kerjakan selama ini”.

Itu salah satu poin yang disampaikan oleh seorang pembicara ketika menjadi pembicara di salah satu sesi webinar yang saya ikuti.

courtesy IG @ronysetyawan

Sama seperti foto ilustrasi yang saya sertakan ini yang saya ambil dari IG Bro @ronysetyawan ini yang mana karena focus melihat kedepan untuk mencapai tujuan kita, kita lupa rehat sejenak untuk Un focus, melihat kesamping sejenak ke area hijau yang pemandangannya sangat bagus sekali, yang bisa saja tanpa kita sadari berisi tulisan “Dijual segera, BU Harga Corona” ??

Dalam membangun dan membesarkan usaha yang saya jalani, salah satu budaya perusahaan yang kami buat yaitu FOCUS, kenapa poin ini menurut kami penting karena dalam perjalanan pengelolaan usaha kecil kecilan yang kami jalani sering kali kami menghadapi atau menemukan Team yang kurang Focus akan tugas yang mereka miliki.

Focus disini sebenarnya bukan hanya untuk team saya tapi menjadi budaya bagi diri saya sendiri untuk selalu FOCUS dalam menjalankan usaha saya, mungkin hal ini akan sedikit menjadi paradoks, di satu sisi kita diminta focus focus focus, disisi lain kita diminta Unfocus, dalam hati saya berkata, disana mungkin seninya meraih kesuksesan ?

Setelah mengikuti webinar tersebut sudut pandang saya terhadap budaya focus menjadi lebih terbuka, sesuai dengan judul tulisan ini yaitu FOCUS, UN FOCUS, RE FOCUS.

Judul tulisan ini terlintas di benak saya saat ikut webinar tersebut karena saat itu saya jadi ingat sebuah istilah yang hampir sama yang mungkin istilah ini sudah biasa kita baca atau dengar dengan versi lain yaitu LEARN, UN LEARN, RE LEARN, yang mana maksudnya kita diminta selalu meng upgrade diri dengan ilmu terbaru yang disesuaikan dengan tuntutan jaman, kalau dulu ketika sosial media dan internet belum ada, ilmu digital marketing tentu juga belum ada juga bukan, tapi dengan berkembangnya dunia digital maka ilmu marketing menjadi berkembang lagi dengan yang namanya digital marketing.

Sesuatu yang telah kita pelajari (Learn) dijaman dulu perlu kita kaji ulang (Un learn) dan memasukan ilmu baru (Re Learn) yang sesuai dengan jamannya.

Demikian juga halnya dengan judul tulisan saya ini, dalam menjalankan usaha kita masing masing tentu diperlukan FOCUS agar apa yang kita harapkan yaitu usaha atau perusahaan kita bisa tumbuh dan berkembang bisa tercapai, tapi ada hal yang mana kita harus menyediakan waktu dan ruang untuk kita UN FOCUS akan hal hal yang kita lakukan sepanjang hari agar kita mampu melihat peluang dan memilah dan memilih dari peluang peluang yang ada untuk kita jadikan Next usaha atau Next Income dari usaha baru yang kita bentuk yang mana setelah terbentuk kita perlu RE FOCUS lagi untuk menjalankan bukan hanya 1 usaha tapi saat ini menjadi 2 usaha yang kita jalankan.

Ketika usahanya sudah mulai berkembang kita tentu perlu menambah orang yang sekiranya memiliki level berpikir manajerial yang akan mampu menggantikan posisi kita sehingga alokasi waktu kita untuk hal hal teknis di usaha yang lama atau baru bisa sedikit berkurang dan focus kita sedikit bergeser ke hal hal strategic untuk pengembangan usaha lebih lanjut kedepannya.

Semoga tulisan ini memberi inspirasi baru bagi kita semua, dan kedepannya kita (anda dan saya ) mampu tetap bertumbuh di situasi era pandemi covid 19 yang penuh tantangan saat ini.

Semoga pikiran positif selalu datang dari segala arah…Ayo Bangkit

NB : Terbuka peluang diskusi untuk memberi sudut pandang berbeda dari tulisan ini.

7 Bisnis Strategi Pasca Covid 19

Beberapa waktu yang lalu saya mengikuti acara Seminar Online melalui Zoom yang diadakan oleh AMA Indonesia yang mana yang menjadi Keynote Speakernya adalah Pak Handi Irawan, beliau adalah orang dibalik “Top Brand” sebuah logo yang di pasang di berbagai merk yang memenuhi kwalifikasi sebagai Top Brand di banyak produk yang mungkin biasa anda beli, beliau juga sebagi Founder dari Frontier Group sebuah Marketing Research yang sudah berusia puluhan tahun, beliau juga sebagai founder majalah Marketing yang mungkin saja sudah biasa anda baca setiap bulannya.

Saya sendiri yang merupakan salah satu pengurus di AMA bali pada suatu kesempatan “menyopiri” beliau saat ke ubud, waktu itu kita saling berdiskusi banyak hal sepanjang perjalanan baik mengenai organisasi AMA, dunia marketing seperti Top Brand yang beliau gagas ataupun Hari Pelanggan Nasional juga gagasan lain yang sampai saat ini selalu dirayakan tiap tahunnya.

Handi Irawan

Ada hal menarik yang disampaikan di slide pembuka dari seminar beliau kemarin yang bunyinya seperti ini :

“When something bad happens, you have three choice, either let it define you, let it destroy you, or you can let it strengthen you”.

Sebuah slide pembuka yang diambil dari quote jeff bezos founder Amazon, yang cukup clear atau jelas untuk menggambarkan situasi saat ini.

Ketika suatu hal buruk terjadi, kita memiliki tiga pilihan, perlu saya jelaskan kenapa saya memakai “kita” bukan “anda” kalo mengacu kata you, karena hal itu juga untuk mengingatkan diri saya sendiri ?

Ketiga pilihannya yaitu kita bisa menjadi HANYUT karenanya, atau kita HANCUR karenanya atau kita malah menjadi LEBIH KUAT karenanya.

Kondisi saat ini memang sangat diluar perkiraan karena dampak dari pandemi ini memukul 90% sektor yang ada, tapi kalo kita diberikan suatu pilihan kenapa kita tidak memilih untuk focus pada hal apa yang bisa menguatkan diri kita.

Kondisi saat ini membuat banyak perubahan di masyarakat yang sering kita dengar dengan New Normal atau kenormalan baru, yang juga berarti akan merubah kebiasaan kebiasaan kita sebelumnya, ada 2 hal yang menjadi sorotan New Normal disini yaitu Work From Home dan Social Distancing.

Ada beberapa hal dari kebiasaan Work from home yang akan merubah habit atau kebiasaan kita yaitu :

  1. Cashless economi.
  2. Touchless tech.
  3. Outsourching.
  4. Upskill Imperative.

Sementara itu dari penerapan social distancing akan membuat beberapa habit baru juga yaitu :

  1. Virtual akan menggantikan fisik seperti acara seminar online salah satunya.
  2. Apart but remaining connected, walau berjauhan tapi kita tetap terhubung, berkat adanya teknologi.
  3. Online bisnis, ecomerce akan semakin meningkat dan hal hal lain yang didigitalkan juga akan semakin tumbuh karena kondisi ini.
  4. Back to regionalization, pembatasa pembatasan yang terjadi membuat kita memaksimalkan potensi area yang kita miliki dalam hal ini cakupan nasional berarti di negara kita indonesia.

Ada 7 strategi pasca covid yang bisa kita terapkan di dalam usaha kita yaitu :

  1. Repositioning, memposisikan ulang usaha kita mengacu pada situasi terbaru.
  2. Retargeting, perubahan daya beli membuat kita mesti mentarget ulang konsumen kita.
  3. Shifting product portpolio, pabrik tekstil membuat produk APD bagi tenaga medis, pabrik obat membuat handsanitaizer.
  4. Accelerating digital marketing, database customer untuk digital marketing sangat penting di era ini.
  5. Shifting to digital suply chain seperti penggunaan Gofood atau Grabfood contohnya.
  6. Strategic colaboration with new partner, ber partner dengan orang orang yang memiliki keunggulan dibidang yang tidak kita kuasai dengan mengkolaborasikan keunggulan yang kita miliki.
  7. Acquiring under valued company, mengakuisisi perusahaan yang dibawah harga tapi memiliki prospek bisnis yang masih bagus dimasa depan.

Ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh beberapa peserta misalnya mengenai digital mindset, yang mana dijawab oleh pak handi bahwa digital mindset berbeda halnya dengan pengetahuan teknis mengenai digital itu sendiri, walau secara teknis kita tidak menguasainya tapi kita memiliki pandangan atau visi masa depan akan dunia digital itu jauh lebih penting daripada hal teknis tadi, karena untuk hal teknis kita bisa merekrut orangnya atau bisa juga ber kolaborasi dengan orang yang mengerti tentang hal teknis dunia digital seperti poin no 6 diatas.

Apa yang saya sampaikan tadi hanyalah sebuah INFORMASI yang mana kalau kita kumpulkan akan menjadi sebuah PENGETAHUAN tapi hal itu baru akan membawa dampak perubahan kalau kita implementasikan dalam sebuah TINDAKAN dalam keseharian kita.

Semoga menginspirasi.

Branding = Dekor

Di setiap acara ulang tahun di keluarga kami, ayah saya selalu mendekor ruangan yang biasa kami gunakan untuk acara ultah keluarga, dekornya menggunakan bahan bahan di sekitar rumah, kadang daun pisang kadang daun pepaya sampai daun kelapa ?

Walau sering anak anaknya membatasi agar tidak terlalu banyak di dekor tapi beliau selalu dengan antusias memdekor ruangan tempat acara, yang lama kelamaan saya jadi mengerti mungkin dengan melakukan hal sesuai passionnya akan membuat beliau lebih bahagia, bukankah itu salah satu teori menjadi pribadi yang bahagia? Melakukan apa yang kita sukai dengan kata lain apa yang menjadi passion kita, contoh lainnya ketelitian dalam.mendekor ini yaitu seringkali posisi meja atau tempat kue yang miring sedikit saja langsung dikoreksi agar “simetris” katanya ?

Trus apa hubungannya tulisan ini dengan judul diatas yaitu “BRANDING”? Mungkin itu pertanyaan yang muncul di benak anda.

Branding menurut saya sama halnya seperti ayah saya mendekor ruangan acara ultah tadi.

Saya balik mau tanya, apakah dengan tanpa di dekor acara tidak terlaksana atau kurang makna?

Kalau ruangannya amburadul alias tidak bersih, barang barang berserakan tentu acara kurang asik, tapi mendekor disini bukan hanya sampai disitu, selain tertata rapi, tapi ayah sering menambahkan pernak pernak seperti kain warna warni atau dedaunan yang saya sebutkan tadi.

Maksud saya mengacu dari pertanyaan tadi adalah, apakah tanpa adanya pernak pernik daun daun yang capek capek di tebang dan di rangkai untuk acara tadi akan jadi kurang seru?

Coba kita bandingkan, mana lebih berkesan, ruangan didekorasi dengan apik dan menarik, tapi makanan nggak enak, suasana garing dll.

Kalo bisa memilih tentu kita akan memilih ruangannya menarik, suasana acara asik dan makanan enak bukan??

Sekarang kalau ada yang jualan bakpao misalnya, bakpaonya di hias tampilan dan packing nya menarik berisi label logo tapi begitu dicoba rasanya nggak enak dan bakpaonya kurang lembut, sementara itu ada penjual yang lain menjual bakpao dengan tampilan yang biasa biasa saja tanpa dipacking yang bagus tanpa label apalagi logo tapi rasanya enak dan lembut, kira kira kalo dipajang mana yang akan dipilih pertama kali?

Kalo saya sih akan milih yang tampilannya menarik walau setelahnya akan jadi kecewa dan menutuskan hanya sekali aja beli bakpao yang itu ??

Terus ada penjual bakpao ketiga, dia membuat bakpaonya dengan penuh penjiwaan hingga rasanya enak, lembut, ditambah lagi karena dia ngerti dikit dikit mengenai dunia branding, dia buat logo yang menarik dengan warna yang menarik ditambah tagline yang kata katanya membuat penasaran yang ditulis dibawah logonya misalnya, kira kira yang mana akan terus dibeli oleh konsumennya?

Kalau menurut saya, sepanjang harga yang ditetapkan sesuai dengan segmen marketnya, maka bakpao yang ketiga akan saya pilih.

Rasa enak, tampilan menarik, harga sesuai.

Itu lah yang saya maksud branding.

Nasi Goreng plus plus….

“Kenapa acara yang becandaan, prank dan joged macam ubur ubur, subscriber dan follower nya besar?”

Demikian seloroh dari postingan sahabat saya di akun media sosialnya.

Ketika membaca postingan itu saya jadi teringat dengan sebuah restoran yang menyajikan menu hanya “Nasi Goreng” , kenapa saya isi hanya, ya menurut saya nasi goreng ya nasi goreng that just nasi yang di goreng ??

Tapi apa bedanya nasi goreng yang saya ceritakan ini dengan nasi goreng biasanya, karena nasi goreng ini dibikin didepan kita kita sebagai calon penikmatnya seperti yang anda bisa lihat di video yang saya sertakan ini.

Lalu apa bedanya dengan nasi goreng biasanya?

Apa rasanya akan lebih nikmat kalau dibuat didepan kita daripada dibuat diblakang kita? ?

Apa nasinya akan dapat lebih banyak dari porsi standar yang biasa kita dapatkan?

Jawabannya : Tidak juga.

Competitive advantage nya (biar lebih keren saya isi istilah manajemen gpp yaakk ?) maksud saya nilai lebih nya yang membedakan resto tersebut dengan yang lainnya yaitu kemampuan chef nya menyajikan menu nasi goreng dengan berbagai gaya akrobatik tadi.

Resto ini jadi kelihatan rame bukan semata mata karena rasa nasi gorengnya enak, tapi lebih banyak karena bagaimana mereka mendemonstrasikan cara membuat nasi goreng dengan berbagai “bumbu” akrobat dalam pembuatannya.

Kembali lagi ke postingan teman saya tadi, bagaimana kita sebagai seorang Penulis, Vloger atau apapun namanya yang menghasilkan sebuah karya, ditantang agar mampu menyajikan hasil karya kita dengan lebih menarik tanpa melupakan isi atau konten dari karya karya yang kita buat.

Kalau karyanya sebuah tulisan seringkali sebuah tulisan yang disajikan dengan candaan dan guyonan akan mampu mendatangkan lebih banyak respon entah itu berupa like, coment atau share seperti yang diharapkan oleh si pembuat tulisan tersebut.

Demikian juga halnya sebuah video youtube dimana seperti apa yang disampaikan teman saya tadi, kok video Prank atau joged ubur ubur lebih banyak yang subscribe dan view daripada video yang berisi materi yang mengedukasi yang lebih bermanfaat dari sekedar goyang goyang yang hanya menyajikan gerakan sensual (biasanya semakin seksi semakin banyak followernya ??).

Disanalah tantangan seorang penulis ataupun youtuber yang ingin mendapatkan subscribe dan view yang banyak, bagaimana kita sebagai konten kreator mampu menyajikan konten kita dengan lebih menarik sebagaimana seorang koki nasi goreng yang menyajikan nasi gorengnya dengan berbagai macam trik didalam proses memasaknya sehingga membuat yang mau makan nasi gorengnya nggak sabaran untuk meniknati nasi gorengnya.

Kalau kita bandingkan kedalam dunia usaha, jumlah subscriber itu saya analogikan sama dengan jumlah pelanggan kita, kalau toko kita mampu memberikan pelayanan yang menarik, harga yang wajar, dan stok barang yang lengkap tentu pelanggan kita akan datang selalu ke toko kita (menjadi subscriber/pelanggan kita) hal itu bisa terjadi karena kita memperhatikan feedback dari pembeli yang datang ke toko kita.

Umpamanya kemarin ada cust yang datang nyari produk yang tidak kita jual, tapi kita sebagai pemilik usaha tau produk yang dicari masih inline/sejalur dengan produk produk yang kita jual tentu kita akan berusaha melengkapi produk tersebut, jangan sampai kita jualan handphone dan laptop tapi cust nyarinya alat listrik tentu kita tidak kungkin akan memenuhinya karena produknya tidak inline dengan produk yang kita jual, tapi kalau hanya sebatas mereka nyarinya kabel data merk X tentu kita harus menelaah lagi perlu tidaknya kita penuhi, karena bisa saja kita sudah memiliki merk Y misalnya.

Sebagai seorang youtuber bisa jadi kita meminta feedback dari subscriber kita sebelumnya baik dari kolom komentar atau bisa juga masukan dari orang orang yang kita kenal.

The end of the day bagaimanapun cara menyajikannya atau seberapa heboh pun goyang ubur ubur kalau tidak mampu membawa kenikmatan jangka panjang bagi penikmatnya (ini lagi ngomongin apa sih ??) maka dia akan menjadi kehebohan sesaat habis itu ya sudah berlalu begitu saja.

Nasi goreng yang diproses dengan berbagai gaya akrobat kalau nasinya tidak enak tentu orang yang datang hanya sekali saja pingin datang, karena rasa dari nasi gorengnya biasa saja, tapi kalau enak tentu akan memberikan komen positif bagi resto tersebut selain rasanya yang enak cara penyajian juga unik.

Tetap semangat bagi anda konten kreator, tetaplah berkarya walau hari ini masih minim subscriber saya pribadi salut dengan usaha dan kerja keras anda semua.

Tik-Tok Idol

american idol

American idol…Idonesian Idol…atau idol idol yang lain sekitar 5th yang lalu sangat terkenal sebagai ajang untuk mencari bakat yang disiarkan oleh stasiun stasiun televisi di banyak negara.

Di jaman Smartphone dengan aplikasi Tik-tok didalamnya setiap orang bisa menjadikan dirinya sebagai The Idol sama halnya seperti ajang pencarian bakat yang saya sebutkan diawal tadi, artis tik-tok sendiri berasal dari berbagai macam background, ada yang memang sudah terkenal seperti istrinya Irfan Bachdim yang ex pemain Bali United sampai SPG Handphone kini keranjingan ber Tik-Tok ria.

Per 1 Mei 2020 aplikasi Tik-tok sudah diunduh sebanyak 2 miliar pengguna di seluruh dunia, sebuah pencapaian yang wooww, hal ini menjadikan Tik-tok sebagai salah satu media yang menjadi sasaran bagi seorang Marketers atau pemasar didalam marketing division sebuah perusahaan untuk mempromosikan perusahaannya di aplikasi ini karena banyaknya pengguna yang sudah mengunduh aplikasi ini.

Terbukti dengan pendapatan iklan Tik-tok mengalahkan sosial media yang sudah lebih awal hadir yaitu Facebook dan Istagram, Tik-tok menjadi sangat familiar belakangan karena videonya bukan hanya bisa dinikmati di aplikasi tik-tok saja tapi bisa juga di unggah ke FB atau Instagram mereka, hal ini yang menjadikan Tik-tok cepat terkenal.

Setiap Sosial media yang ada memiliki karakter tersendiri yang kalau kita mampu menciptakan konten – konten yang sesuai dengan karakter dari sosial media itu sendiri akan mampu menciptakan engaggment bagi penggunanya masing masing.

Instagram awalnya adalah aplikasi yang diciptakan untuk berbagi foto menarik dari aktifitas harian penggunanya, walaupun berisi caption tetapi itu hanya sebagai pelengkap dari foto yang diunggah tetsebut, yang lebih dominan adalah foto yang menarik yang akan menjadikan sebuah akun memiliki follower yang banyak, tetapi berkembangnya waktu instagram bukan hanya dijadikan media penyebaran foto yang mana hal ini membuat banyak tempat usaha yang mendesain tempatnya agar “instagramable” tapi juga dipakai oleh media berita sebagai media penyebar informasi untuk menjadikan instagram sebagai salah satu chanel diatribusi berita yang mereka miliki.

Kembali ke tik-tok, pembuat aplikasi ini sangat smart, dan pembuat pembuat aplikasi yang lain juga saya yakin mereka juga sangat smart, WA melejit ditengah Booming pemakaian pesan instan BBm atau Blackberry massanger waktu itu, FB juga melejit diantara aplikasi sejenis yang telah duluan hadir, dan setiap aplikasi selalu menggunakan ceruk yang belum digarap oleh pemain sebelumnya untuk mereka pakai sebagai celah untuk masuk secara mendalam ke ceruk yang ada tersebut, seperti halnya WhatsApp yang mampu menggeser BBm.dengan melihat kelemahan BBm yang hanya bisa dipakai oleh perangkat BB waktu itu, yang walau akhirnya aplikasinya dibuka agar bs digunakan semua platfond OS yg ada tapi sudah terlambat karena pengguna WA sudah kadung besar dan pemakai merasa nyaman dengan WA karena kemudahan pendaftaran hanya menggunakan no HP dibandingkan dengan BBm yang memakai PIN khusus BBm.

Setiap somed sebenarnya bisa saja menambahkan fiture baru dari aplikasi yang baru muncul yang mereka anggap memiliki prospek berkembang yang mana kemunculannya akan mampu menyaingi aplikasi mereka tersebut, tapi bisa saja hal itu justru akan menjadi bumerang karena membuat aplikasi mereka menjadi kabur karakternya, karena karakter yang khas tersebut biasanya masing masing aplikasi memiliki rentang usia pengguna masing masing, anak Generasi Z biasanya jarang pakai FB yang lebih banyak digunakan oleh Generasi baby boomers sampai generasi X, yang mana anak millenial sampai generasi Z biasanya cenderung menggunakan aplikasi Instagram dan yg terbaru Tik-tok ini.

Berkaca dari penambahan menu story di instagram yang mengacu pada aplikasi snapchat, menu yang mirip dengan tik-tok bisa saja ditambahkan kedalam aplikasi berbagi foto ini, sama halnya menambahkan menu story yang mereka lakukan dulu, tapi kembali lagi jangan jangan hal ini akan mengaburkan karakter dasar yang dimiliki oleh diri mereka berdasarkan pemikiran awal saat membuat aplikasi tersebut.

Tik-tok idol tidak bisa di elakan, sama halnya dengan akun akun Idola yang memiliki banyak follower di Instagram dengan konten kontenya yang menarik.

Ada sebuah toko Gadget yang menjual Iphone second yang lumayan aktif aktifitas mereka ber tik-tok ria yang cukup lincah dan “genit” yang mana hal ini membuat banyak akun akun media sosial yang membagikan kembali video mereka ini dan bisa jadi penjualannya juga ikut meningkat sejalan dengan peningkatan brand awarenes dari toko ini.

Brand awarenes tentu beda dengan brand image yang walau tentunya brand image akan tercipta awalnya dari brand awarenes, tetapi media tik – tok sama dengan media – media yang lain dia hanya sebuah media, hanya karakteristiknya saja yang berbeda, kalau FB biasanya dengan kombinasi postingan foto atau video dengan narasi tulisan detail, kalau di IG lebih dominan ke foto yang menarik, tik-tok hadir untuk menciptakan engagement dengan cara musik yang biasanya diiringi gerakan dance atau tarian pendek yang unik, walau ada banyak juga pengguna Tik-tok yang membuat konten lucu lucuan lewat tik-tok.

Masih panjang jalan yang mesti ditempuh bagi sebuah brand untuk mampu terus melangkah maju ditengah tengah persaingan yang semakin ketat, kalau saat ini sebuah bisnis mampu menarik minat penikmat medianya untuk datang ke toko kita karena Tik-tok kita viral tentu ada hal lain lagi yang mesti kita perhatikan seperti misalnya :
1.Bagaimana kita melayani mereka setelah datang, hal ini akan menentukan mereka jadi membeli di tempat kita atau tidak.

2.Bagaimana dengan kwalitas dari produk yang kita jual akan menentukan berikutnya apakah toko kita layak di advocate oleh konsumen yang tadi telah bertransaksi di kita atau sebaliknya.

Suatu saat mungkin kita sebagai pengusaha akan membuat Lowongan dengan salah satu syaratnya adalah MAHIR MAEN TIK TOK ?

Salam dari Ubud Bali (gedeeka)

What’s Next….?

Ada sebuah quote yang saya rasa sangat keren yang disampaikan oleh Owen Meredith. Beliau adalah seorang negarawan dan penyair Inggris, ia menjabat sebagai Viceroy India antara 1876 dan 1880, pada masa Ratu Victoria diproklamasikan menjadi  Kaisarina India. (Wikipedia)

“Kuasailah semua buku tapi jangan biarkan buku menguasai anda. Membacalah untuk hidup, bukan hidup untuk membaca.”

Walau dari quote tersebut, buku dapakai sebuah analogi tapi ada banyak hal lain yang sebenarnya bisa kita pakai sebagai contoh didalam kehidupan ini bahwasanya apa yang kita lakukan saat ini harus ada suatu goal yang mesti kita capai.

Sama seperti halnya judul dari tulisan saya ini…..What Next? Apa Selanjutnya?

Di masa pandemi ini banyak kita lihat dan dengar stok tepung di mini market atau toko sebelah kehabisan stok, karena anak saya sendiri beberapa kali mengeluh kehabisan stok tepung ketika saya minta buatkan donut enak bikinannya ? hal ini terjadi karena banyak yang tinggal di rumah yang tidak ada aktivitas dan salah satu hal yang bisa dibuat yaitu yang berbahan dari tepung yaitu Cake atau bakery atau kue.

What next?

Yang memiliki jiwa entrepreneur maka tepung yang dijadikan aneka ragam kue atau cake atau apapun jenis turunannya mereka jual di sosial media mereka masing masing, sehingga keahlian yang mereka miliki menghasilkan, bahkan yang lebih serius lagi mereka membranding produk yang dibuat dengan kemasan yang cantik sehingga bisa dijual dengan harga yang sedikit diatas rata – rata.

Tapi tidak sedikit juga yang cukup Heppy bila cake atau kue yang dihasilkannya hanya cukup membuat gembira keluarga mereka di rumah untuk dinikmati bersama sama sambil minum teh di sore hari, daripada beli yang tentunya sudah ada penambahan ongkos produksi he he he

What Next…..

Tentu pertanyaan ini bisa menjadi pertanyaan pembangkit kesadaran kita akan apa yang kita lakukan untuk men challange diri kita mewujudkan What Next dan What Next lanjutan yang tentunya membuat diri kita lebih baik lagi dari kemarin.

Karena ada waktu yang sangat renggang akibat kebijakan #dirumahaja selama masa pandemi ini anda mungkin bisa mencoba memainkan piano yang sudah lama nganggur di rumah, tapi jawaban dari pertanyaan What Next lah yang akan menjadikan kita lebih bergairah untuk terus memainkan piano itu hingga kita mampu mewujudkan goal dari jawaban What Next yang kita tetapkan.

Saya pribadi dimasa pandemi hampir tidak pernah pergi ke toko buku langganan saya biasa kunjungi tiap bulannya, tapi buku yang saya beli secara jumlah jauh meningkat dari biasanya, apalagi ketika melihat teman posting buku yang saya rasa cocok untuk saya beli saya langsung search mbah google he he he , karena semua saat ini bisa kita beli lewat online.

Dan saya pribadi ketika melihat tumpukan buku yang semakin banyak mulai sadar atau dipaksa disadarkan oleh istri karena keseringan beli buku ??? untuk menanyakan pada diri saya sendiri…What Next?

Apakah saya membaca untuk hidup atau hidup untuk membaca?
Kalau hidup untuk membaca tentu hanya pengetahuan yang kita miliki, tapi bagaimana kalau kita mampu menjawab pertanyaan What Next dari setelah membaca buku itu?

Tentu akan muncul jawaban jawaban dari pertanyaan What Next tadi, misalkan :
Saya akan melatih diri membuat tulisan yang bermanfaat, saya akan mengaplikasikan satu per satu di perusahaan saya, di keluarga saya atau bahkan di lingkungan saya dari apa yang saya pelajari.

Dalam kaitannya dengan cake atau kue misalnya What Next anda yaitu anda akan membuat perusahaan yang menjual cake, atau contoh piano yang sudah lama nganggur karena selama ini anda sibuk, misalnya jawaban What Next anda goalnya yaitu anda akan menguasai dengan fasih satu lagu dalam sebulan misalnya, bahkan What Next lanjutannya bisa jadi karena saking antusiasnya anda akan merekam hasil maen piano anda dan meng uploadnya ke chanel youtube anda, tentu hal ini bisa menghasilkan uang untuk anda bukan?

Semakin tinggi What Next yang ingin kita wujudkan dari apa yang kita lakukan tentu dibutuhkan komitmen untuk benar – banar menjadikannya terwujud.

What next?

Go or Stay

Hari ini saya membaca berita bahwa ada maskapai yang terancam dibekukan rutenya karena melanggar aturan protokol Covid 19.

Yang mana didalam aturan protokol covid 19 diatur untuk penerbangan yang dilakukan, kapasitas kursi yang boleh diisi maksimal 50% dari kapasitas yang ada, selain aturan – aturan lain yang mesti dipenuhi baik oleh pihak maskapai maupun para penumpangnya.

Tentu sebagai pebisnis, kebijakan ini akan ada konsekuensinya, salah satunya adalah peningkatan tarif tiket yang terpaksa dibebankan kepada penumpang yang hendak menggunakan jasa penerbangan tersebut, sebagai akibat dari berkurangnya kapasitas yang bisa diisi oleh pesawat tersebut.

Konsep desain kursi pesawat

Setiap penerbangan dalam kondisi normal tentu sudah memiliki perhitungan kapasitas minimum yang harus terisi untuk menutupi biaya produksi untuk menerbangkan pesawat tersebut sampai ke tujuan, yang mana hal itu akan tercermin dari harga tiket yang dibebankan kepada konsumen pengguna jasa penerbangan tersebut, seperti halnya produk fisik, penetapan harga jual tiket tentu akan ditentukan brapa biaya pokok sekali terbang ditambah margin keuntungan yang ingin dicapai dibagi dengan jumlah kursi yang bisa dijual (dalam hal ini harga tiket setiap kursi diasumsikan sama harganya)

Namun dengan aturan pembatasan kapasitas yang bisa diisi oleh maskapai tentu faktor pembaginya akan menjadi berkurang, misalkan biaya sekali terbang plus margin keuntungan adalah 100jt dibagi 100 kursi yang bisa dijual maka harga jual tiketnya akan menjadi 1jt per kursi, kalau saat ini dengan pembatasan kapasitas yang hanya boleh diisi 50% tersebut maka 100jt tadi akan dibagi hanya dengan 50 kursi saja jadinya harga jual tiket tersebut akan menjadi 2jt per kursi.

Bagi orang – orang yang memang harus pergi, harga tiket tentu tidak akan menjadi kendala karena memang sebuah keharusan mereka harus berangkat dan pergi ke tempat tujuan mereka, misalkan untuk sebuah urusan bisnis atau tugas penting lainnya, tapi bagi yang tidak terlalu urgent/mendesak atau masih bisa ditunda atau bisa diganti dengan komunikasi online seperti halnya rapat – rapat online yang semakin familiar belakangan ini tentu akan mengurungkan niatnya untuk berangkat.

Ini mungkin akan menjadi salah satu New Normal dibidang penerbangan yang mana nantinya jarak antar kursi akan ada sebuah penyekat yang akan membatasi kontak fisik bagi setiap penumpang yang menggunakan jasa penerbangan tersebut, dan tidak mungkin hal ini juga diterapkan di moda transportasi lainnya, seperti kereta api atau Bus.

Setiap kebijakan tentu diterapkan untuk kebaikan kita bersama, hingga diperlukan kesadaran kita untuk melaksanakannya.